Mahameru adalah puncak dari Gunung Semeru. Terletak di kabupaten Lumajang, Jawa Timur, gunung Semeru seolah-olah menjadi magnet kuat untuk para pecinta alam. Tak pernah sepi malah bisa dibilang ramai apalagi sejak film 5cm yang mengangkatnya, Semeru semakin menjadi objek pariwisata baik dari kalangan muda sampai yang tua. Saya pun mengakui Gunung Semeru menjadi salah satu perjalanan paling indah dalam hidup saya. Tidak ada bekal apapun, saya berhasil mencapai puncak sebuah gunung untuk pertama kali. Dan itu adalah Mahameru. Dari situ saya mulai mencintai kegiatan bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Pengalaman ini dimulai saat salah satu teman dekat saya di Malang diajak sahabatnya muncak Gunung Semeru. Saya yang baru saja pulang dari jalan-jalan ke Suku Tengger di Bromo pun tak pelak diajak ikut. Ajakan itu pun tak ragu saya terima. Padahal sore harinya tiket kereta kembali ke Jakarta sudah di tangan saya. Akhirnya saya relakan tiketnya hangus. Mau gimana lagi, ajakan itu pasti nggak datang dua kali.
Tanpa persiapan latihan fisik apapun saya dan teman-teman berangkat jam 4 sore dengan memgendarai motor. Sampai di perbatasan jalur Bromo dan jalur Semeru hari suda gelap. Kami harus melewati jalanan rusak jalur semeru yang bahkan sebenarnya sudah ditutup untuk mobil. Kami sampai di Desa Ranupani yang menjadi pos untuk mulai mendaki. Saat ini sudah disediakan lapangan parkir bagi pendaki yang mmbawa kendaraan dengan tarif 4ribu/hari.
Esok harinya saya dan teman-teman memulai perjalanan ini. Langkah kaki ini melangkah menapaki tanah berbukit yang dikelilingi pepohonan rindang. Untuk pendaki pemula seperti saya, sudah dipastikan banyak istirahat di perjalanan. Sebenarnya yang penting jalannya yang konsisten , misalnya setiap berapa menit jalan dan iatirahat. Sedangkan saya Sedikit-sedikit duduk sambil makan cemilan atau sekadar minum. Heheee...
Pemandangan indah yang disuguhkan Semeru selalu membuat saya takjub. Alangkah indahnya ciptaan Tuhan. Jalur naik turun makin lama makin terbiasa. Istirahat sambil berfoto juga membuat lelah tak terasa.
Waktu menunjukan jam 2 siang, rasa kantuk menyerang disela rasa lelah. Sementara teman lain ada yang melanjutkan perjalanan dan ada pula yang masih dibelakang. Saya dan seorang teman istirahat dibawah pohon yang dipinggirnya jurang. Dan kami pun tertidur. Resiko sekali yaa. Tidak tahu berapa lama tidur, kami melanjutkan kembali perjalanan yang sudah kami tempuh dari jam 10 pagi.
Saya mulai cape dan bosan. Rasanya tidak sabar sampai di camp pertama. Mencoba bersabar dan melewati bukit lagi. Dan ternyata dibalik bukit terakhir yang saya lewati, terlihat surga semeru. Warna hijau tosca dan dikelilingi bukit dan alang-alang. Ranu Kumbolo! Yup danau yang menjadi surganya semeru membuat saya takjub. Dengan luas sekitar...... , rasanya pantas Ranu Kumbolo adalah surga dunia yang menjadi tempat favorit pendaki semeru. Bahkan saya sempat teriak melihat Ranu Kumbolo dari atas bukit. Seketika pegal kaki hilang semua. Setelah mengabadikan pemandangan Ranu Kumbolo dari atas bukit, kami bergegas turun menuju camp yang terletak di pinggir danau. Danaunya memang indah, sayangnya sampah2 menggunung di pinggir2 dan tepi danau banyak nasi2 bekas cuci piring pendaki. Yaa walaupun begitu Ranu Kumbolo tidak kehilangan pesonanya. Setelah membangun tenda bersama satu tim pendaki liar lainnya saya dan tim mulai masak. Pendakian lima jam cukup membuat perut lapar. Sore menjelang kabut pun turun. Hawa Ranu Kumbolo semakin menusuk tulang.
Malam pun datang. Bintang memenuhi langit Ranu Kumbolo, membuat saya semakin betah disini. Bener-bener indah pakai banget dee. Suhu dingin membuat saya dan teman tim menikmati kesunyian Ranu Kumbolo di dalam tenda Sambil bersenda gurau. Dan kami pun tertidur. Saya berharap bisa bangun melihat matahari pagi di tengah-tengah Ranu Kumbolo.
Hawa mulai hangat, ternyata seisi tenda bangun saat jam sudah menunjukkan jam 7 pagi. Matahari sudah cukup tinggi dari bukit dibelakang Ranu Kumbolo. Hmmm...tidak apa-apalah. Saya masih bisa memotret keindahan pagi Ranu Kumbolo.Hingga jam 12 lewat kami beres-beres dan melanjutkan pendakian menuju camp kedua, Kalimati. Dari namanya seram yaa. Saya hanya membayangkan banyak pohon-pohon kering dengan suasana sunyi senyap. Perjalanannya bagi saya semakin sulit, karena melalui jalur sempit yang banyak menanjak. Saya disuguhkan padang lavender yang saat itu sedang kering. Di Cemoro Kandang kami istirahat dan membeli lontong dan tahu dengan sambal super pedas. Yup, sekarang Semeru ada penjual makanan yang merupakan warga setempat. Dia harus ikut mendaki untuk menjajakan makanannya kepada pendaki. Tak ayal menurut bapak penjual, dia bisa mendapatkab keuntungan sampai 100ribu sehari. Cuma yaa perjuangannya juga harus mendaki membawa bakul berisi makanan.
Banyak porter yang juga berlalu lalang. Kebanyakan mereka membawa barang pendaki luar negeri. Pendaki naik turun hilir mudik, tak lupa saling menyapa memberi semangat. Inilah yang saya suka, keramahan diantara pendaki yang saling menyemangati. Di Kalimati saya sampai jam 4 sore. Ternyata Kalimati tidak seseram yang saya kira. Justru bunga edelweis bertebaran disamping banyaknya ilalang. Nice Spot ^^
Malamnya jam setengah satu malam saya bersiap pendakian sesungguhnya ke Mahameru, puncak tertinggi Jawa. Hawa yang sangat dingin membuat saya mendobel celana dan jaket saya. Karena semuanya serba dadakan, saya pun lupa membawa senter. Ini yang jangan sampai dilupakan pendaki semeru, karena malam adalah waktu mendaki ke puncak dan sangat membutuhkan penerangan senter. Alhasil saya hanya menggunakan senter dari hp dan memanfaatkan cahaya dari senter pendaki lain.
Perjalanan kali ini lebih berat, selain melawan hawa dingin yang dua kali lipat, rasa kantuk juga menjadi musuh besar. Saya menghadapi jalur pendakian Mahameru yang sebenarnya. Pasir berbatu menjadi rintangan tersulit untu melangkah. Ditambah angin yang seperti deburan ombak di laut. cukup kencang. Berulang kali saya harus mengatur nafas dengan baik, karena dengan kemiringannya tentu akan sangat sulit dimana saya harus merangkak dan terkadang berpegangan batu besar. Belum ditambah batu-batu jatuh yang kadang berukuran kepalan tangan bahkan lebih.
Banyak porter yang juga berlalu lalang. Kebanyakan mereka membawa barang pendaki luar negeri. Pendaki naik turun hilir mudik, tak lupa saling menyapa memberi semangat. Inilah yang saya suka, keramahan diantara pendaki yang saling menyemangati. Di Kalimati saya sampai jam 4 sore. Ternyata Kalimati tidak seseram yang saya kira. Justru bunga edelweis bertebaran disamping banyaknya ilalang. Nice Spot ^^
Malamnya jam setengah satu malam saya bersiap pendakian sesungguhnya ke Mahameru, puncak tertinggi Jawa. Hawa yang sangat dingin membuat saya mendobel celana dan jaket saya. Karena semuanya serba dadakan, saya pun lupa membawa senter. Ini yang jangan sampai dilupakan pendaki semeru, karena malam adalah waktu mendaki ke puncak dan sangat membutuhkan penerangan senter. Alhasil saya hanya menggunakan senter dari hp dan memanfaatkan cahaya dari senter pendaki lain.
Perjalanan kali ini lebih berat, selain melawan hawa dingin yang dua kali lipat, rasa kantuk juga menjadi musuh besar. Saya menghadapi jalur pendakian Mahameru yang sebenarnya. Pasir berbatu menjadi rintangan tersulit untu melangkah. Ditambah angin yang seperti deburan ombak di laut. cukup kencang. Berulang kali saya harus mengatur nafas dengan baik, karena dengan kemiringannya tentu akan sangat sulit dimana saya harus merangkak dan terkadang berpegangan batu besar. Belum ditambah batu-batu jatuh yang kadang berukuran kepalan tangan bahkan lebih.
Hampir kehilangan semangat saya berkali-kali istirahat bahkan hampir tertidur. Saya sempat berpikir untuk turun lagi karena nggak sanggup, tapi setiap menengok keatas, semangat saya bangkit lagi. Lima jam berada di pasir berbatu, akhirnya saya sampai di MAHAMERU!!! Saya berteriak tidak percaya bahwa saya berdiri di tanah tertinggi pulau Jawa. Pemandangan yang indah membuat saya bersyukur pada Tuhan bahwa saya diberi kesempatan melihat kekuasaanNya.